![]() |
[Source: Sufiway] |
Oleh : M. Sholah Ulayya
Seorang Kiai di sudut ruang tamu beralaskan tikar, sedang khusu' mendengarkan keluhan-keluhan para tamunya.
"kiai, bagaimana sebenarnya resep bahagia menurut Islam?"
Tanya seorang tamu dari kota yang mengaku baru sebulan menjadi Muallaf.
"kalau resep bahagia menurut Islam, ya ... seperti yang di jelaskan al Quran, Sunah serta yang telah di jalankan oleh Kanjeng Nabi dan para sahabat pada awal perjuangan menegakkan Islam di Makkah".
Jawab sang kiai enteng.
"wahh.. Berat kiai!! Jika standar kebahagiaan adalah sebagaimana yang telah di amalkan Nabi dan Para sahabat, berarti kita musti berjuang mati-matian seperti mereka dong kiai?!"
Timpal si Muallaf.
"iya, betul!!"
Sahut Kiai.
"Tadi pertanyaanmu standar bahagia menurut ISLAM kan? Bukan standar bahagia menurutku (pribadi)! Kalau menyebut kata "Islam" ya.. Mau tidak mau kita harus merujuk pada masa awal bagaimana Islam ini di perjuangkan. Karena pada masa itu umat Islam memiliki peran ganda, selain status sebagai umat beragama, juga sebagai pejuang. Kalau sekarang kan agama hanya menjadi status, bukan sumber perjuangan."
Tambah sang kiai panjang lebar.
"Oke.. Oke.. Sekarang pertanyaanya saya ubah deh , hehe ... apa standar kebahagiaan menurut kiai secara pribadi? "
tukas sang muallaf meralat pertanyaanya.
"Kalau saya sih standarnya nggak tinggi-tinggi amat. Bahkan saya ingin menghilangkan standar itu sendiri".
imbau sang kiai.
"Maksudnya?"
si muallaf garuk-garuk kepala.
"Ya.. Dunia ini isinya memang penuh pertentangan-pertentangan. Saat kita ingin bahagia,saat itu pula kita jadi tidak bahagia. Saat kita berambisi untuk kaya, saat itu juga kita menjadi orang paling miskin di dunia. Bukankah hanya orang sakit yang ingin sehat? Bukankah hanya orang bodoh yang ingin menjadi pandai? Dan bukankah hanya orang yang tidak terhormat yang selalu ingin di hormati?"
Jelas sang kiai sambil menerawang
"betul kiai.. Betul! "
"Jika kita belajar memangkas keinginan-keinginan ego kita, dan mulai melatih diri untuk menerima apa yang telah dan akan di berikan Allah kepada kita, niscaya hidup kita akan selalu mudah."
Saya lebih suka menggunakan kata "mudah" dari pada kata "bahagia".! Jika kita Fokus pada Allah, maka semuanya akan mudah di selesaikan. Di waktu senang kita tidak jumawa, karena kesenangan yang kita rasakan itu tidak akan lama. Pada saat susahpun kita bisa tetap tenang, sebab kesusahan pun tak akan berumur panjang.
Kemaren aku baru kehilangan uang yang jumlahnya lumayan. Sebagai manusia normal aku ya susah. Tapi ternyata uang itu di ambil bu nyai dan di belikan hadiah untuk kado ulang tahunku. Susahku langsung berganti bahagia.. Hehe.. "
Tukas sang kiai sok bijak.
"Maaf kiai, apakah kado ulang tahun kiai berupa burung murai cantik yang sedang hinggap di pohon mangga itu?"
"Aaaaah... Tolong burungkuuu..... !!!!! Limang juta iku.... Cung !!!! "