Jika kita baca sejarah orang-orang besar. Baik itu pengusaha, ilmuan, seniman, atau siapa saja yang telah "menemukan" dirinya, kita dapat menarik benang merah dari kesuksesan mereka. Yaitu mereka mampu berpikir secara "berbeda". Berbeda dalam arti unik, melawan kemapanan, dan tidak mengikuti pola pikir mayoritas.
Mereka menyulap kesulitan menjadi energi pendobrak untuk melejitkan potensi. Kita tahu Einstein yang dibully karena dianggap lola di sekolahnya. setelah belajar secara autodidak kemudian menjadi ilmuan pilih tanding. karena ternyata ia tipe orang yang tidak bisa berlajar secara berkelompok. Ia tipe pembelajar dalam sunyi yang berkerja sendiri.
Sekolah atau kampus seharusnya tidak saja mengajari anak didiknya ilmu pengetahuan tapi juga membantu mereka menemukan potensi alamiah yang dianugrahkan tuhan kepada mereka. Bisa jadi seoarang anak yang lemah secara akademis, ternyata unggul di bidang-bidang yang lain seperti seni, olahraga , wirausaha dll.
Bukankah sekolah hanya alat untuk menyiapkan manusia masadepan yang mampu menjawab tantangan zaman? Tapi mengapa sekarang sekolah seakan menjadi tujuan sesaat, untuk kepentingan sesaat, dan ahirnya berpotensi mengebiri potensi anak didiknya sendiri?
Saya jadi teringat kata-kata Prof.Yohanes surya "Tidak ada anak bodoh , yang ada ia belum menemukan guru yang tepat". Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang mampu menggali dan merawat potensi dan keunikan setiap anak didik, dan ini hanya bisa dilakukan oleh guru , bukan sekolahan.