![]() |
(Foto: ilustrasi) |
Oleh: M. Farid Abbad
Sejak S1 saya sudah gandrung dengan ilmu Antropologi,
karena ilmu ini adalah ilmu yang membahas tentang manusia dan kehidupannya
secara utuh. Selain itu, buku yang ditulis oleh Abdurrahman Wahid alias Gus Dur
tentang esai-esai Kiai semakin menambah gairah saya akan pesona Antropologi
yang begitu indah dan penuh dengan detail dalam melihat realitas kemanusiaan.
Dulu ketika masih mencari disiplin pengetahuan yang saya minati banyak sekali
literatur yang saya baca, sesekali buku-buku sastra seperti novel, dan cerpen
pernah menjadi bacaan favorit yang selalu menemani dimanapun saya pergi. Lalu,
buku-buku sejarah juga sempat menjadi kegandrungan pada saat saya mulai suka
dengan dunia literasi. Akhir-akhir wacana keagamaan yang sedang hangat dan
populer seperti diskursus keislaman dari berbagai pemikir mulai dari Nasr Hamid
Abu Zayd, Muhammad Arkoun, Hasan Hanafi, Jasser Audah, Abdullah Ahmad An-Na’im,
Abid Al-Jabiri, Muhammad Syahrur, Asghar Ali, dan sederet pemikir keislaman
lain.
Setelah sekian lama bergulat dengan
pemikiran kesilaman kontemporer saya beranjak ke buku-buku karya pemikir Eropa,
buku yang menjadi kesenangan saya adalah Berperang Demi Tuhan, Sejarah Tuhan,
Muhammad yang di tulis oleh Keren Amstrong, ada lagi pemikir lain yang saya
kira perlu untuk saya tulis disini adalah karya Annemarie Schimmel tentang
Mistik dalam Dunia Islam, Oh, Muhammadku, dan sebagainya. Lalu, ada peneliti
sufisme lain seperti Henry Corbin yang mengulas dengan dalam ajaran-ajaran Ibn
‘Arabi. Di akhir penjelajahan saya atas diskursus sufisme akhirnya saya
menemukan seorang pemikir kontemporer dari Iran Seyyed Hosein Nasr dengan seluruh
karyanya yang sangat detail membahas tentang Tasawuf.
Buku-buku
itu yang selama ini memberikan pengaruh yang besar atas kehidupan saya, tetapi
kecenderungan diri saya berangsur-angsur berlabuh dalam kajian sufisme. Kenapa
demikian karena saya banyak bergumul dengan kajian-kajian teks sufi yang saya
pelajari secara rutin dengan guru-guru saya. Tetapi konsep tasawuf yang
ditawarkan sangat humanis dan kontekstual sehingga memantabkan minat saya untuk
bergulat dalam kajian itu. Kitab-kitab seperti Sirrul Asrar, Kimyaus Sa’adah,
Fushush al-Hikam, adalah beberapa kitab yang menawarkan prespektif segar
tentang struktur rohani manusia. Bagaimana seorang anak manusia mengalami
berbagai macam fase dalam perjalanan hidupnya. Dimensi yang begitu rupa dan
kebesaran kosmos dalam diri manusia di petakan dan dikaji secara mendalam oleh
ulama-ulama sufi tersebut.
Tetapi,
saya terpantik untuk menghubungkan pengetahuan ruhani yang bersifat abstrak,
dan kesadaran fisik manusia sebagai mahluk sosial yang bersifat konkrit.
Kesadaran ini kemudian tumbuh subur dan semakin hari semakin mendesak untuk
melakukan penjelajahan tentang disiplin lain yang bisa melengkapi disiplin itu,
lalu saya menemukan Antropologi sebagai disiplin pelengkap untuk mempelajari
manusia.
Pertanyaannya
kenapa Antropologi ? pertama, karena Antropologi adalah satu-satunya disiplin
yang secara komprehensif mempelajari keanekaragaman manusia secara fisik, atau
biologis beserta kebudayaannya. Jadi, secara singkat antropologi lah yang
menyasar semua aspek dalam hidup manusia seperti Bahasa, Pengetahuan,
Organisasi Masayarakat, Ekonomi, Teknologi, Religi, dan Kesenian. Karenanya,
metode yang menjadi kunci dalam riset-riset Antropologi adalah etnografi.
Setiap peneliti harus bisa menyelam kedalam subjek sampai betul-betul bisa
menggambarkan subjeknya secara detail. Instrumennya adalah indera kita yang
akan menentukan kualitas observasi yang dilakukan.
Manusia
adalah mahluk yang unik, banyak perangkat yang dibutuhkan untuk menjalani
kehidupannya. Keragaman dan ekspresi dalam menjalani kehidupan ini pasti
dipengaruhi oleh banyak faktor dan subjek. Fakor tersebut bisa berupa sistem
pengetahuannya atau perjalanan hidup yang dilalui. Nah, disinilah tasawuf dan
antropologi bisa berkolaborasi, jika tasawuf lebih banyak meneropong sisi batin
manusia dan potensi ruhani yang tidak akan berhenti untuk berkembang. Demikan
dengan antropologi yang meihat perkembangan kebudayaan manusia dan pengaruhnya
terhadapa kesadaran ruhani seseorang. Oleh karena itu, jalan pengetahuan ini
lah yang akan saya pilih dalam melihat realitas kehidupan.
Kajen, 1 November 2020