Berapa kali dalam sehari kita menyebut nama seseorang? Entah itu nama orang tua, teman, mantan, lawan, orang suci, pejabat, atau bisa jadi kita "menyebut-nyebut" diri kita sendiri, melalui DP (Display Picture) WA (WhatsApp), foto profil, dan sejenisnya.
Setiap menyebut nama orang, tentu ada yang melatarbelakanginya, entah itu kesan negatif atau positif, atau bukan kedua-duanya. Kadang memuji, kadang merendahkan, kadang iseng dan lain sebagainya.
Tahukah Anda? Bahwa setiap nama membawa muatan (energi), minimal muatan huruf dan muatan makna. Dalam manaqib Syekh Abdul Qadir disebutkan bahwa ketika nama orang salih disebut, maka seketika itu Rahmat turun. Tinggal seberapa peka kesadaran kita dalam merasakan, memetakan, dan mendayagunakan Rahmat tersebut. Jika Rahmat tersebut dapat terserap, maka akan menjadi "madad", "asror" atau "anwar" dalam istilah tasawuf.
Keyakinan memang tidak bisa dipaksakan, tapi minimal ia bisa menjadi pewarta yang meskipun rentan kesisipan hoaks, kepentingan, provokasi, penggiringan opini, dan lain-lain.
Dalam Al-Qur'an disebutkan, bahwa Nabi Adam adalah manusia pertama yang diajari oleh Tuhan "Nama-nama", al-Asmaa'. Kemudian setelah menyerap "Nama-nama" itu Mbah Adam "diberi panggung" untuk berhadap-hadapan dengan para malaikat. Nah, kemudian teruskan sendiri ceritanya.
Wallahu A'lam.
Gus Muhammad Sholah Ulayya, Lc., M.Pd.I, Koordinator Lingkar Kosmik Jatim dan Sekjen Aswaja NU Center Sidoarjo, Pembantu Pengasuh PP. Al Roudloh Kajen.

