Manusia tidak akan bisa lepas dari empat unsur alam, yakni api, air, tanah, dan udara.
Setiap saat ia menghirup udara. Artinya ia mewarisi sifat dan watak udara atau angin, yang kadang kencang, kadang kering, kadang sejuk kadang panas.
Memang, frekuensi atau ukuran udara tergantung pada kondisi yang melingkupinya. Sebab, udara tidak bekerja sendiri, tapi bertukar energi dengan api, air, dan tanah.
Kondisi udara di pegunungan tentu sangat berbeda dengan suhu di perkotaan. Kehidupan di pegunungan cenderung alami. Banyak pohon dan sungai yang belum begitu tercemari oleh polusi udara atau limbah pabrik.
Hal ini membantu udara sebagai pemasok oksigen menjadi lebih fresh dan menyegarkan. Di tambah hewan ternak yang juga membantu perputaran siklus rantai makanan menjadi seimbang.
Sedangkan di perkotaan, kondisinya hampir terbalik.
Imam Al-Ghazali dalam kitab Kimiyaus Sa'adah menggambarkan dengan sangat indah tentang perumpamaan jiwa dan tubuh manusia sebagai sebuah kota atau kerajaan.
Pusat "pemerintahan" memang berada di hati, akan tetapi pusat data, sistem kelola, dan program kerjanya berada di wilayah kepala.
"Hati sebagai rajanya dan akal sebagai penasihat atau kementeriannya", begitu kata Al-Ghazali.
Itu artinya, hati sebagai "presiden" tidak bisa bekerja sendiri. Ia harus selalu bermusyawarah dengan para menterinya.
Sebab, menteri ini membawahi lima departemen utama yang berfungsi melaksanakan semua perintah dan keputusan hasil musyawarah antara "presiden" dan "menteri".
Kelima departemen itu adalah sebagai berikut:
- Telinga
- Mata
- Hidung
- Lidah
- Tangan
Pertama, departemen penerangan yang tugasnya menyerap informasi dari luar. Departemen ini meliputi kelima panca indra.
Kedua, departemen perhubungan yang meliputi tangan, kaki, dan lisan sebagai juru bicara.
Setiap saat kita melakukan aktivitas yang berupa melihat, mendengar, dan merasa. Tergantung objek atau sesuatu yang kita lihat atau kita dengar.
Saat kita melihat sesuatu, berarti kita sedang membuka pintu "rumah" kita dan mengizinkan sesuatu tersebut masuk dan menghuni pikiran kita.
Secara otomatis sang menteri akan mengolah data itu untuk dihubungkan dengan jutaan data yang telah ada sebelumnya.
Jika yang kita masukkan itu hal-hal positif, maka secara otomatis pikiran kita akan mengolah energi-energi yang positif. Dan sebaliknya, jika yang kita "telan" adalah sampah, maka pikiran kita akan keruh penuh sampah.
Selain raja dan perdana menteri, ada satu lagi aktor yang juga sangat dominan dalam kehidupan kita sehari-hari, siapakah dia?
Orang awam menyebutnya hawa nafsu, ambisi, ego, keinginan, kesenangan, dan lain sebagainya.
Tetapi Al-Ghazali menyebutnya sebagai bala tentara yang tugasnya menjaga kestabilan kerajaan.
Di sisi lain, perdana menteri betul-betul sadar bahwa mereka memiliki tabiat yang buruk, licik, dan gemar foya-foya. Oleh karenanya, pergerakan mereka (hawa nafsu) harus dibatasi supaya tidak melebihi batas dan menyebabkan kerusakan dalam "kerajaan".
Dengan begitu, roda "pemerintahan" dalam kerajaan mungil kita berjalan secara aman, nyaman, dan teratur.
Gus Muhammad Sholah Ulayya, Lc., M.Pd.I, Peneliti Pusat Studi Kecerdasan Semesta Jawa Timur.