Manusia memang membutuhkan pengulangan-pengulangan, entah kenapa! Waktu juga begitu, hanya siklus perputaran dan pergantian angka. Sampai kapan?
Barangkali itu salah satu rahasia mengapa kita wajib mengulang-ulang bacaan shalat, utamanya fatihah dan tahiyyat.
Ada 4 (empat) kata kunci (password) dalam shalat yang tidak sah apabila tidak diucapkan:
- Bacaan Takbir tanpa harus mengangkat tangan;
- Fatihah;
- Tahiyyat akhir dengan porsi minimal (sampai allahumma sholli 'ala sayyidina Muhammad), dan;
- Salam.
Selain empat bacaan di atas, hukumnya tidak wajib alias sunah. Ada Ulama yang mengatakan "Pokok e sholat, mboh diterimo mboh gak". Oke, setuju! (Akan tetapi, pendapat ini agak berbeda dengan konsep Al-Qur'an yang "Tanha" dan "Lidzikri" itu, cek surah Al-'Ankabut ayat 45 dan surah Thaha ayat 14 ya gaes)
Ada Ulama lain yang memaknai shalat sebagai ibadah yang sangat filosofi, mendalam, dan penuh rahasia. Imam Ghazali dalam Ihya'nya termasuk tipe Ulama yang kedua. (Silakan cek sendiri ya kitabnya)
Bagi saya, shalat dan syahadat adalah ibadah gabungan antara senam otak (kata Gus Baha) dan senam fisik. Sebab, shalat adalah simbol keterhubungan antara jagat cilek dan jagat gede, antara langit dan bumi, antara yang terbatas dan yang abadi.
Langit adalah objek yang hanya bisa kita pandang tapi tidak bisa kita sentuh. Sedangkan bumi sebaliknya, kita bisa melihat biji kopi, menciumnya, menyentuhnya bahkan merasakannya.
Langit adalah simbol akhirat, dia tidak terjangkau sama dengan langit hanya dipandang tanpa bisa kita sentuh. Surga, neraka, dan yang lainnya adalah langit-langit yang sering kita baca dan dengar dalam kitab suci.
Namun, bagaimana hakikatnya? Kita hanya bisa berimajinasi. Sama dengan langit, mata kita yakin 100% bahwa langit itu ada namun bagaimana hakikatnya? Ada siapa saja di sana? Dimanakah puncak langit?
Shalat diawali dengan Takbir sebagai ekspresi kekaguman dan dipungkasi dengan Salam. Bermula dari ketakjuban bermuara pada kedamaian, ketenangan, kelapangan, keyakinan, kekuatan baru, keindahan, keteduhan, kenyamanan, dan kemerdekaan. Setelah shalat, kita membaca allahumma anta al-Salam (sudah tahu artinya kan?)
Jika ada seseorang yang sudah beribu-ribu rakaat mengerjakan shalat namun belum menjadikan Salam sebagai pedoman hidupnya, bisa jadi dia belum terkagum-kagum dengan Tuhan.
Shalat menjadi semacam rutinitas berkomunikasi dan berkomunitas. Emang gak boleh? Ya boleh-boleh aja, sah-sah aja, tapi jangan emosi gitu dong, katanya shalat, dimana Salam Mu!
Kalisampurno, 02 Mei.
Gus Muhammad Sholah Ulayya
Kolomnis: Muhammad Sholah Ulayya
Editor: Rista Aslin Nuha