Hari ini, menjadi muslim saja tidak cukup, jadilah pribadi yang mempesona, inspiratif, dan penuh inovasi jika mendambakan akselerasi (percepatan) di bidang apapun yang sedang kamu geluti.
Mempesona artinya berdaulat dan mandiri sejak dini dalam pikiran dan tindakan (Inner Beauty), bukan dari sekedar tampilan, skincare, gelar, status sosial, atau sejenisnya. Itu hanya casing!
Keajaiban itu direngkuh dengan media yang ajaib juga. Bukan dengan pola lama yang dipakai kebanyakan orang tapi belum terbukti dampaknya.
Al-Qur'an, kata para da'i dan penceramah adalah mukjizat teragung sepanjang masa, akan tetapi ketika ditanya mana buktinya? Apa indikatornya? Tidak semua bisa menjawabnya!
Paling banter mukjizat dari segi keindahan bahasa. Bagi orang Arab itu fix, tapi bagaimana dengan kita orang jawa?
Berikut beberapa poin tentang mukjizat Al-Qur'an yang barangkali belum pernah Anda dengar sebelumnya.
1. Mengimani Al-Qur'an, membaca dan mengkajinya adalah salah satu rukun iman dari enam rukun yang kita semua telah hafal di luar kepala.
Akan tetapi, bedanya Al-Qur'an adalah satu-satunya rukun iman yang sifatnya material, bisa kita lihat, kita baca, dan kita nikmati kontennya. Sedangkan lima rukun iman lainnya bersifat spiritual (ghaib), tampak mata, dan abstrak. Artinya, lima rukun iman dalam Islam kesemuanya tercakup di dalam Al-Qur'an.
Al-Qur'an merupakan satu-satunya kunci yang akan membuka gembok kesadaran kita dan menjawab sebuah pertanyaan besar sejak bergulirnya sejarah umat manusia tentang: Siapa kita sebenarnya? Untuk apa kita diciptakan? Dan bagimana cara hidup yang seharusnya?
Bagaimana dengan eksistensi Tuhan Yang Maha Esa? Tuhan tidak membutuhkan pengakuan, diyakini ataupun tidak, Dia tetap eksis, wujud, dan serba Maha. Saya yakin setiap manusia meyakini-Nya, hanya saja mereka enggan menampakkannya.
Oleh karenanya, iman kepada Tuhan saja belumlah cukup! Kita membutuhkan sekian narasi agar bisa selalu terhubung dan selaras dengan tuntutan dan petunjuk-Nya.
Dalam sebuah riwayat dikatakan: Iman itu laksana seonggok tubuh yang telanjang tanpa busana, kain penutupnya adalah takwa, hiasannya adalah rasa malu, dan buahnya adalah ilmu, akhlak yang baik, dan kesungguhan dalam menata sendi-sendi kehidupan.
Bisa Anda bayangkan. Anda keluar rumah tanpa busana? Begitulah gambaran kesadaran tanpa diiringi ketakwaan, akan mendekam dan tersekap dalam "rumah" karena tidak memiliki kain yang bisa menutupi kemaluannya.
Bersambung..
(Beberapa catatan dari Kajian dan Motivasi Program Tahfidz, 3 Oktober, di SMAN 2 Sidoarjo)
Gus Muhammad Sholah Ulayya, Lc., M.Pd.I, Sekjen Aswaja NU Center Sidoarjo, Peneliti Pusat Studi Kecerdasan Semesta Jawa Timur.