Header Ads

Header Ads

Majelis Ta'lim Al Roudloh Seri 13 Ramadhan 1446 H: Tata Krama dalam Islam

Kamis, 13 Maret 2025    16:00 WIB

Majelis Ta'lim Al Roudloh 13 Ramadhan 1446 H. (Foto: PP. Al Roudloh)

Orang itu mempunyai yang namanya hak privat atau hak keluarga. Misalnya ketika orang itu sedang rembugan, tenang di rumah, bercengkerama dengan anak-cucu, itulah hak kepribadian orang yang harus dihormati dan tidak boleh diganggu, jika ingin bertemu maka harus ditunggu sampai ada waktu untuk bertemu tamu.

Itulah cara-cara khuluqin hasanin seperti itu. Banyak, misalnya ingin membeli barang dagangan, jika menawar harus yang wajar supaya tidak kecewa hatinya penjual. Misalnya sepuluh ribu tawarlah dua ribu atau seribu, ditawar kalau boleh empat ribu saya beli, itu dapat membuat penjual kecewa hatinya.

Meskipun ada tawaran semarangan kalau zaman dahulu. Tawaran semarangan itu jika ditawarkan sampai tiga kali lipat, dua kali lipat, lima ribu ditawarkan lima belas ribu. Jika umumnya begitu maka tidak masalah. Jika di sini umumnya namanya menawar itu sepersepuluh. Seumpama harganya sepuluh ribu ditawar seribu kalau boleh.

Nah, itu menggunakan tata krama atau tata cara urusan dengan orang yang berdagang itu bagaimana. Jika ingin sowan ke Bupati juga ada tata kramanya, harus daftar dahulu, berbicara dengan ajudannya dahulu, dan harus menunggu. Jangan mentang-mentang kenal Bupati terus menyelonong saja, tidak begitu caranya.

Hal itu adalah aturan, akhlak. Akhlak itu simbol. Orang itu meskipun orang yang tidak mampu tapi akhlaknya baik maka akan dihormati orang lain. Sebaliknya meskipun orang itu pintar tetapi akhlaknya tidak baik maka tidak akan disenangi oleh orang.

وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

Artinya: “Kamu jika bergaul/berhubungan dengan manusia menggunakan aturan yang baik.”

Aturan-aturan yang baik itu bisa mengambil contoh-contohnya kanjeng Nabi Muhammad SAW. Itu namanya syari’at atau aturan Al-Qur’an dan Hadits. Terdapat adat ketimuran, nah ini merupakan bahasa budaya atau bahasa kebiasaan orang. Budaya lokal atau tradisi lokal itu terkadang mirip dengan syari’at.

Budayanya orang di sini itu jika ada tamu dijemput di jalan, nanti jika berpamitan juga diantar sampai ke jalan. Nah, itu cara adat ketimuran, tradisinya timur itu ya Indonesia ini, tidak barat orang eropa. Adat ketimuran itu kebiasaannya orang di sini yang mirip-mirip dengan tuntunan agama Islam.

Soalnya di dalam hadits ada:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ

Artinya: “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya.”

Memuliakan tamu ini tidak diterangkan di hadits, tetapi bentuk-bentuk orang Jawa adat ketimuran dijemput di jalan ketika ada tamu jauh. Nanti jika pulang diiringi di jalan, penghormatan itu, memuliakan orang seperti itu.

Hal ini menyambung antaranya tradisinya orang Jawa adat ketimuran dengan hadits yang memerintahkan kita untuk memuliakan orang lain. Orang Jawa itu bahasanya bagus-bagus, tepo seliro yang artinya sama-sama merasakan. Saya jika diganggu maka akan sakit hati, sama dengan jika kamu mengganggu maka seperti itu.

Orang yang tidak pernah mengaji Al-Qur’an terkadang terbawa oleh pengaruh lingkungan. Misalnya menjenguk orang sakit yang baik itu jangan keras-keras suaranya saat bicara. Itu semua ada adabnya, ada tata kramanya yang menggunakan syari’at Islam dan menggunakan adat budaya ketimuran tadi.

Tata krama itu bisa menggunakan bahasa yang kasar maupun halus. Misalnya dengan orang tua tidak halus bahasanya, itu namanya tidak mempunyai tata krama. Kalau di Jawa menggunakan krama inggil.

Ini bab tata krama, tata krama kepada Allah SWT didahulukan begitu pula dengan manusia. Sehingga tata krama itu menyangkut pakaian, bahasa, dan tingkah laku. Demikian hadits yang telah disebutkan di atas mencakup etika dan tata krama kepada Allah SWT dan etika dan tata krama dengan sesama manusia.


Oleh: KH. Asnawi Rohmat, Lc., Pengasuh Pondok Pesantren Al Roudloh


Editor: Rista Aslin Nuha