Header Ads

Header Ads

Majelis Ta'lim Al Roudloh Seri 6 Ramadhan 1446 H: Urgensinya Mencari Ilmu

Kamis, 06 Maret 2025    16:00 WIB

Majelis Ta'lim Al Roudloh, 6 Ramadhan 1446 H. (Foto: PP. Al Roudloh)

Pengajian-pengajian di Desa Kajen itu banyak yang diampu oleh kyai-kyai sepuh maupun kyai-kyai muda. Dalam rangka mencari ilmu yang banyak sekali, sekalipun berganti pangkat Profesor, Doktor, pangkatnya berjejer masih tetap membutuhkan mengaji, membaca, dan ilmu. Ilmu orang tua seperti ini (mengaji) terutama di bulan Ramadhan ini kesempatan untuk orang-orang.

Bukan berarti yang mengaji di bulan puasa Ramadhan itu hanya orang tua saja, anak-anak muda juga para santri pada ikut mengaji. Rata-rata di pondok pesantren itu ada istilah pasanan, yang datang dari mana saja ada yang dari Kudus, Jepara, bahkan dari luar Jawa juga ada yang mengikuti pasanan, ngaji maupun sekolah. Inilah pentingnya mencari ilmu. Untuk yang sudah sepuh mencari ilmu caranya dengan mustami’ atau mendengarkan.

Kanjeng Nabi Muhammad SAW bersabda:

كُنْ عَالِمًا أَوْ مُتَعَلِّمًا أَوْ مُسْتَمِعًا أَوْ مُحِبًّا وَلَا تَكُنْ خَامِسًا فَتَهْلِكَ

Artinya: “Jadilah engkau orang berilmu, atau orang yang menuntut ilmu, atau orang yang mau mendengarkan ilmu, atau orang yang menyukai ilmu. Dan janganlah engkau menjadi orang yang kelima, maka kamu akan celaka.” (HR. Al-Baihaqi)

Caranya menjadi orang yang ‘alim harus mencari ilmu dahulu dengan sekolah atau mondok. Lalu harus berapa tahun? Ini relatif tidak dapat dipastikan. Mengaji selama 10 tahun belum tentu jadi Kyai besar, mengaji hanya selama 3 tahun bisa saja jadi Kyai besar.

Kalau mengetahui Kyai Zuhdi Kayen, seorang Kyai dari desa yang sangat alim pernah nyantri di Mbah Madun Pondohan. Mohon maaf Kyai Zuhdi itu kerjaannya mengasuh anaknya Mbah Madun. Terkadang orang yang mengasuh itu lelah lalu anaknya didekatkan dengan Mbah Madun, kemudian Mbah Madun mengatakan “Jangan khawatir tidak menjadi Kyai, pasti nanti akan menjadi Kyai” karena rewel ketika mengasuh anaknya.

Ternyata Kyai Zuhdi itu Kyainya orang-orang se-Kayen seperti di Kajen Mbah Dullah, yang rajin ibadah dan pintar. Ini hanya contohnya saja. Di pesantren itu memang unik, bermacam-macam, dan model-modelnya banyak. Ada cerita dari Jawa Timur, santri itu tidak pernah mengaji tetapi disuruh ngarit untuk makanan kudanya Kyai. Beberapa belum kemudian Kyainya meninggal dunia sehingga mengajinya belum selesai, tetapi akhirnya menjadi seorang Kyai besar.

Banyak sekali puteranya Kyai pada saat kecil itu lumayan beling, setelah orang tuanya meninggal akhirnya menjadi Kyai besar. Itu suatu bagian yang istimewa. Kalau puteranya orang umum harus rajin mengaji, tekun dan lama. Mengaji itu memang butuh waktu yang lama, tidak bisa dibatasi waktu tertentu. Kalau dalam syiirnya dudu mongsone. Terkadang ada juga yang lupa menikah karena senangnya dengan ilmu.

Yang kedua, kalau kamu belum bisa menjadi orang yang ‘alim maka kamu menjadi muta’alliman atau orang yang mengaji atau belajar. Sebelum menjadi orang yang alim harus menjadi muta’alliman. Orang yang mencari ilmu itu (muta’alliman) kalau zaman dahulu itu mondok.

Kemudian yang ketiga, kalau belum bisa menjadi orang yang ‘alim dan muta’alliman maka kamu menjadi mustami’an atau orang yang mendengarkan ilmu. Kemudian yang keempat yaitu muhibban atau orang yang senang dengan orang yang mengaji. Yang diwanti-wanti jangan sampai jadi kelompok yang kelima yaitu tidak senang dengan keempat-empatnya semua.


Oleh: KH. Asnawi Rohmat, Lc., Pengasuh Pondok Pesantren Al Roudloh