Terdapat beberapa istilah yang kita mungkin rancu antara ngaji, ceramah, bedah buku, diskusi, kegiatan tadarus, dan yang lainnya. Itu semua sebetulnya satu dan semuanya ngaji hanya saja metodologinya berbeda. Kalau ngaji itu metodologinya lama yaitu metodologi salaf atau klasik, metodologi yang sudah ditemukan ratusan tahun yang lalu dan tidak hanya di Jawa.
Kegiatan ilmiah itu juga ngaji, hanya saja temanya yang berbeda. Ada juga halaqah seperti duduk melingkar, halaqah ini sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Dan bahasa-bahasa tersebut mencakup tholabul ‘ilmi, jadi kalian jangan kagetan. Sebetulnya ngaji pun bisa dialog, hanya saja tidak ada moderatornya.
Ceramah itu tidak asing, kalau dalam bahasa Arab disebut muhadoroh, tetapi kalau di Sarang itu muhadoroh seperti Madin (Madrasah Diniyah). Tetapi ngaji ini didesain seperti ilmiah perspektif sosial dan kesehatan. Jadi penting memahami bahasa supaya ketika orang lain berbicara tidak kaget.
Puasa itu sebenarnya tidak hanya dilihat dari segi sosial dan kesehatan saja. Juga dari segi kesederhanaan, keistiqomahan, kepekaan sosial, kesehatan, pembentukan perilaku, itu semua ada. Tetapi disini hanya dibatasi sosial kemasyarakatan (ijtima’iyyah) dan kesehatan (syirhiyyah).
Kesehatan kalau dalam kitab itu tidak hanya kesehatan fisik tetapi lengkap dhahiran wa bathinan, jasmaniyah wa ruhaniah, itu dibahas di dalam kitab sampai adabiyah (karakter). Jadi, ngaji itu kalau dengan orang alim seperti Gus Mus, seperti zaman Mbah Sahal, itu tidak secara teks tapi kontekstual baik bahasanya maupun keterangannya. Kitab kuning itu bahasanya orang kuno, dari segi Bahasa terkadang mbulet atau sulit dipahami.
Mbah Sahal dan Gus Mus itu sosok kyai yang bisa mempertemukan antara kuno dan kontemporer atau kekinian. Sehingga orang kalau ketemu Mbah Sahal dan Gus Mus sampai mahasiswa itu senang sekali kalau dialog karena bisa menerjemahkan kitab klasik (turots) ke dalam bahasa sekarang atau bahasanya mahasiswa.
Sehingga kalau tilawah khusus tingkat nasional atau membaca kitab tingkat nasional itu sudah didesain tidak monoton seperti yang ada di pondok salaf. Tetapi diminta membaca teksnya sampai terjemahnya. Hal ini kelemahan para santri pondok salaf secara khusus. Jadi kalau tidak mengikuti ilmu-ilmu kontemporer anak pondok itu menjadi ditertawakan orang, karena pengalihan bahasanya masih kagok. Maka saya ingin sedikit demi sedikit menerjemahkan kitab kuning itu dengan bahasa sekarang.
Puasa itu memberi banyak sekali macam-macam beberapa faedah-faedah dimana telah disampaikan oleh petunjuk kita atau oleh Rasulullah, di dalam kitab pada bab Fawaidus Shiyam yang ditulis oleh Syeikh Al Husaini bahwa puasa itu ada kaitan langsung bisa menyehatkan badan dan puasa itu bisa menjaga Kesehatan dari berbagai macam-macam penyakit. Sebagaimana sabda dari Nabi Muhammad SAW:
صُومُوا تَصِحُّوا
Artinya: “Berpuasalah maka kalian akan sehat.”
Kenapa banyak sekali penyakit-penyakit yang menimpa manusia? Karena terlalu banyak kelebihan makan dan juga kita sering memenuhi perut kita dengan makanan-makanan. Dunia medis telah mengatakan bahwa orang yang ingin sehat itu makanlah dengan pola makan yang baik dan benar.
كُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ وَلَا تُسْرِفُوٓا۟
Artinya: “Makan dan minumlah, dan jangan berlebihan.” (QS. Al-A’raf: 31)
كُلُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا رَزَقْنٰكُمْ
Artinya: “Makanlah apa-apa yang baik yang Kami anugerahkan kepadamu.” (QS. Al-Baqarah: 172)
Kita harus berlajar ilmu kesehatan, sekalipun kita tidak akan atau belum menjadi calon perawat dan dokter. Tetapi minimal orang hidup itu harus mempunyai ilmunya. Puasa yang terbaik berbuka dengan kurma atau air putih. mKarena puasa itu sendiri diatur sedemikian rupa tentu ada hikmah terpendam.
Terdapat sebuah narasi atau bahasa yang ada kaitannya dengan kesehatan. Para dokter sudah memberikan isyarat atau petunjuk bahwa manusia itu tidak boleh terlalu berani makan banyak. Karena makan banyak itu bisa menjadikan ma’iddah atau perut kita aka nada penyakit-penyakitnya nanti. Bahwa perut itu sebagai gudang penyakit. Penanggulangannya adalah menjaga makan. Terdapat sebuah ungkapan yang menyatakan:
اَلْوِقَايَة خَيْرٌ مِنَ الْعِلَاج
Artinya: “Mencegah lebih baik dari mengobati.”
Wiqoyah itu penanggulangan lebih baik daripada pengobatan. Orang yang banyak makan, minumnya juga banyak. Orang yang makan dan minumnya banyak, tidurnya juga banyak sehingga umurnya hilang. Para dokter sepakat pada zaman sekarang puasa adalah yang paling manfaat dari sekian obat.
Oleh: KH. Asnawi Rohmat, Lc., Pengasuh Pondok Pesantren Al Roudloh
Editor: Rista Aslin Nuha